Entri Populer

Sunday, December 16, 2012

PADA SIAPA IA MENUNTUT ?

-->
Seorang murid memberontak didalam kelas. Kelas dibuatnya benar-benar kacau dan berantakan gara-gara ulahnya. Ia berteriak-teriak layaknya orang gila. Ia menuntut :
Aku butuh guru, aku butuh guru, guru sejati yang bisa kujadikan teladan dalam hidupku. Begitu banyak guru yang kutemukan dinegei ini, tapi belum ada yang kutemukan satu orang yang bisa kujadikan teladan. Aku ingin berguru, aku ingin berguru.
Yang kutemukan hanyalah orang-orang yang hebat beretorika. Yang kutemukan hanyalah orang-orang yang luar biasa berteori, aku tak ingin ini, aku mencari orang yang bisa membuatku benar-benar termotivasi secara nyata dalam diriku untuk belajar sesuatu.
Ada apa dengan system pendidikanku ini, apa yang ingin dihasilkan oleh negeriku ini, orang-orang seperti apa yang ingin mereka hasilkan?, apakah orang-orang yang mampu menjawab pertanyaan diatas kertas saja?, orang-orang yang hanya diam dikursinya dan menyelesaikan masalah dengan beribu-ribu teori saja?, tidak, bukan ini yang kuimpikan, aku memimpikan guru-guru hebat. Guru-guru yang mampu menjadi teladan yang baik, guru-guru yang benar-benar bukan sekedar berteori dan menjadikan guru sebagai satu-satunya profesi penghasil uang, Aku tidak ingin guru hanya menjadikan materi ajarnya sebgai penghasil uang saja. Tidak, sama sekali tidak. Kalau seperti ini, aku khawatir suatu saat nanti guru-guru akan tersingkirkan. Bahkan yang ada malah tinggal guru-guru spiritual semata,karena orang-orang yang tinggal butuh guru demikian dari pada guru retorika semata. Maka yang ada hanyalah tinggal guru-guru motivasi kerja. Serta tak ada lagi guru-guru intelektual, sebab bisa jadi dan merupakan hal yang aku takutkan adalah akan dihadirkan guru-guru robot yang mampu membantu siswa dalam belajar. Yang mampu mengajar lebih dari seorang guru. Anda bisa lihat sendiri bagaimana pengaruh internet pada masyartakat. Masyarakat menjadi cerdas-cerdas dari teknologi yang satu ini dari pada melihat guru didepan kelas berbicara, dari pada melihat pembicara dipanggung, dari pada melihat ustad ceramah diatas mimbar secara nyata. Lebih banyak mesyarakat cerdas dari internet. Tidakkah kita sudah lihat hal ini?, murid-murid lebih cerdas dari guru-guru yang gaptek. Lihatlah, informasi lebih cepat didapatkan oleh murid-murid. Lihatlah. Ini baru internet, bagaimana suatu saaat nanti ada robot yang cerdas melebihi internet dan mampu mengajar serta merespon siswa didalam kelas, yang mampu menjadi tempat untuk curhat para siswa dari pada curhat pada guru yang memegang rotan ditangannya. Tunggulah saatnya ini akan datang. Tunggulah saatnya.
Guru-guru akan dianggap tinggal menjadi orang-orang yng hebat dalam hal retorika, dalam hal berbicara saja, tapi tidak hebat dalam menerepkan materi ajarnya dalam kehidupan. Orang-orang akan meremehkan para guru. Tinggal menunggu waktu saja. Suatu saat nanti para guru tidak dihargai lagi. Orang yang hebat dalam sosiologi misalnya, akan dikatakan adalah orang yang hanya cerdas bicara soal sosiologi karena kebetulan dia tau seputar sosiologi, jadi dia sangat cedas bicara semua hal-hal yang berkaitan dengan sosiologi, tapi itu hanya cerdas retorika semata, hanya cerdas dalam hal teori saja, sedang tak ada apa-apa yang bisa ia terapkan dalam kehidupannya. Ia tidak mampu bersikap baik dimsyarakat meskipun dia tahu tentang social namun kalau hanya teori, maka sangat jauh berbeda dengan realitas kehidupan, ia tak mampu memecahkan masalah kehidupan. Dia hanya bisa bicara-dan bicara terus didepan muridnya. Ini, ini bukanlah guru idamanku. Aku mencari guru sejati. Yang bukan hanya cerdas bicara sejarah, tapi mampu menjadi bagian dari sejarah kehidupan, bukan yang sekedar mampu bicara soal geometri,kalkulus, dan lain sebagainya, tapi yang mampu menghasilkan sesuatu dari itu semua. Ia mampu menghasilkan sesuatu dari ilmunya selain menghasilkan teori dan retorika semata.
Aku mencari guru sejati. Guru sejati. Bukan pembicara didepan kelas, bukan pembicara semata. Aku tidak melarang pembicara. Tapi karena saat ini orang ingin menjadi pembicara saja, orang berlomba-lomba menjadi bagian dari orang-orang hebat dalam retorika semata, maka aku sangat menyayangkan sekali hal ini. Sebab suatu saat nanti orang-orang seperti ini akan tersingkir oleh jaman secara perlahan seperti layaknya fenomena gorontalo dimana becak disingkirkan oleh bentor. Tinggal menunggu saja. Maka aku mencari guru yang sejati, guru yang mampu menjadi teladan. Bukan sekadar teladan dalam berdiri didepan kelas, sebab itu belumlah disebut kesuksesan sjati, meski keluargamu mengatakan kau sudah sukses, karena sudah mengajar, sudah punya uang perbulan, dan mendapat istri yang baik. Bukan, bukan itu maksudku. Aku mengatakan kesuksesan yang sejati. Kesuksesan yang sebenarnya.dimana ilmu yang kau pelajari bertahun-tahun tidak cukup menjadi bahan ocehan didepan kelas saja, tidak cukup hanya menjadi bahan penghasil uang perbulan bagimu saja. Tapi bagaimana ilmu yang kau tuntut bertahun-tahun itu bisa kau terapkan dalam kehidupan. Bagaimana kau menghasilkan satu karya dalam hidupmu dengan ilmumu itu. Apa yang biasa kau hasilkan selain retorika sebatas kelas.selain itu, coba pikirkan apa yang bisa kau hasilkan. Aku yakin kebanyakan kalian akan berkata cukuplah bagiku ini. Aku mensyukuri ini, memang tidak salah, tapi akan terlalu bodoh jika kita terlau sempit dan membatasi pola pikir kita sampai disitu. Aku butuh yang bisa menghasilkan sesuatu dari hasil belajarnya. Semua bisa bicara. Tapi tidak semua bisa dicontoh.dan tidak semua bosa berkarya. Ini yang penting. Banyak bicara tapi tidak menghasilkan apa-apa dari retorikanya itu, maka banyak kesia-siaan yang telah ia lakukan dibanding dengan sedikit retorika, tapi banyak karya yang telah ia berikan dari ilmu yang ia geluti. Ini, ini, nanti setelah memiliki karya, maka baru ia rekomendasikan diri untuk berbagi bagaimana menjadi seperti dirinya, supaya murid terarah kemana yang seharusnya ilmunya ia bawa, tidak hanya berhenti diretorika, tidak berhenti diuang gaji perbulan saja.
Berikan aku guru yang sebenarnya, ebelum banyak guru-guru akan dilecehkan nanti, sebelum guru-guru tidak terpakai nanti. Aku butuh.aku butuh, dan aku tak ingin ada lagi guru yang terlalu sombong dengan ilmunya, aku tak mau, aku tak ingin ada lagi guru yang berjalan dengan angkuhnya diatas bumi ini karena ilmunya, ak utak mua. Aku ingin guru yang benar-benar memiliki karya, aku ingin. Jangan ada guru yang menyombongkan diri dengan ilmunya, karena suatu saat nanti bisa jadi tak akan ada harga diri untuknya disuatu saat nanti,, sudah cukup, sudah cukup keangkuhan ini, sudah cukup berjalan dengan kepura-puraan ini, suidah cukup, hentikan menjaga image didepan murid, sudah, sudah, amaikanlah yang benar,sampaikanlah, karena suatu saat nanti murid-muridmu juga akan cepat tahu biarpun kau tidak memberi tahu mereka. Maka jangan terlalu sombong dengan ilmu ini. Jangan, kau akan dihina karena tak ada karyamu selain retorikamu,suatu saat kau tidak akan dipandang selain guru retorika, hanya itu, dan menjadikan ilmumu sebagai mata pencaharianmu, sudah, sudah ,cukuplah bertingkah begini,,,,,,sudah cukup, sudah cukup becak yang disingkirkan bentor di gorontalo, sudah cukup pak pos digantikan oleh hanphone, sudah cukup,,sudah cukup FB menggantikan teman curhat, sudah cukup, sudah cukup tempat kursus diganti dengan google dan youtube, sudah cukup,,,, “

Setelah meneriakkan itu semua, sang murid pergi meninggalkan kelasnya. Ia pergi begitu saja. Kelas yang ia kacaukan itu ia tinggalkan. berikut gambar kelasnya.

 Kelas itu ,kelas itu, yang sedari tadi ia kacaukan itu, sedari tadi kosong, memang kosong. Tak ada yang mendengarnya. Tak ada. 

No comments:

Post a Comment